Ini Nge-jawab Pertanyaan Apa Buka Aib sih?

Guys, udah lama banget sih sebenernya aku dapat nominasi Liebster Award ini dari Bang Davi tapi yah karena begitu terhanyutnya pikiran pada aktivitas  -aktivitas mahasiswa sehari – hari yang dibarengi kegalauan tentang “abang itu” (bukan bang Davi ya), jadinya baru bisa nyium siku kucing setelah bekerja dengan keras. Okebay.

Ujian tengah semester mah 3 minggu lagi, tapi aku udah meditasi di bawah air terjun cuma untuk menjawab misteri – misteri ini. misteri tersebut adalah:

1. Siapa pacar pertama kalian?

Kok ya aku rasanya pengen jawab pertanyaan ini pake meme – nya Yaoming versi cewe? 


aku stay strong tahan godaan. Karena ya, aku nggak mau main – main kalo masalah ini, istilah lainnya adalah nggak niat punya mantan, atau istilah lainnya nggak laku.

2. Kalo mau dapat suami mau yang gimana?

Kalau dijawab mau yang kayak “abang itu” muluk nggak sih? 

3. Kalau planet bumi hancur mau ke planet mana? kenapa?

Ke Bekasi, karena planet bekasi jauh dari Bumi. Oke ini termasuk bully-an. #SaveBekasi

4. Pilih Ayah atau Ibu? Kenapa?

Bang Davi, buah simalakamanya boleh yang agak enakan dikit nggak? Yaa berhubung di USU saat wisuda nanti cuma tersedia satu kursi pendamping wisuda, pertanyaan ini mungkin tepat untuk kondisi tersebut. Pilih Mommy atau Daddy ya? Karena aku nggak bisa milih, yang akan aku lakukan adalah suruh mereka berdua berunding siapa yang pantas untuk dampingin aku nanti di Auditorium. Adil itu terkadang adalah dengan nggak mutuskan apa – apa. Aku sayang mereka berdua dengan kadar yang sama.

5. Kalau jadi tokoh kartun pengen jadi siapa?Kenapa?
Pincessnya Disney, yaitu Aurora. Bangun – bangun udah ada cowok ganteng di depan mata.

6. Kalau jadi Superhero pengen jadi siapa?Kenapa?

Aku ingin jadi versi wanita-nya Ironman. Ironwoman, karena superhero yang ini tajir dan philantrophis. Keren aja gitu punya baju yang bisa dipake terbang dan ngelaser yang nggak disuka. Untungnya, bisa pergi kuliah pulang-pergi Rantau Prapat-Medan, karena baju gold+titanium-nya udah integrated, kalo capek ya bisa tidur di dalam baju tanpa takut nabrak. Senjata laser bisa digunakan untuk ngadepin orang yang nanya “Pacarnya siapa?”, arahkan aja telapak tangan ke wajahnya, aman kan?

7. Mantan terindah siapa namanya?Kenapa?
Karena saya belum punya dan nggak niat punya mantan, jadi kayaknya saya aman – aman aja di pertanyaan ini. At least, mantan terindah saya adalah Onew SHINee. Sekarang udah nggak suka lagi sama dia dan ke-korea-korea-an. Karena semakin hari mereka semakin alay.

8. Pilih tablet atau puyer?Kenapa?
Barusan gugling nyari tau puyer itu apa? Oh ternyata obat yang digiling trus diencerin pake air. Kirain tadi puyer adalah sejenis gadget. Dari kecil mah, Mommy ngenalin obat ke aku pake puyer karena takut obatnya nyasar ke paru - paru, tapi semenjak negara api mempengaruhi Mommy, terpaksa aku berlatih minum obat pil, tablet, atau kapsul secara militer dengan paksaan. Sekarang sih udah terbiasa minum tablet-an. Biasa terkadang bukan karena bisa, tapi karena terpaksa.

9. Sakit Panu atau Gigi?
Demm, nggak mau gw dua – duanya. Bye!

10. Mozzila atau chrome?
Mozilla Firefox for sure. Lebih akrab aja sama jari kalo lagi pilih - pilih aplikasi browsing di desktop. Entah kenapa udah ter-mindset, kalo pake mozilla lebih cepat transfer data dari pada chrome.

11. Jupe atau Cut tari?
Aku.

Sekian Liebster Award inih. Nggak berniat membuatnya berantai lagi. Cukup  - cukup.

Cerita dari Padang

Tiga hari itu aku lalui dengan menyisakan kata – kata awesome, amazing, great, wonderful, fabulous, hingga aku speechless. Tiga hari itu adalah serangkaian acara Global Lead Summit yang kuikuti (14, 15, 16 agustus 2014). Pengalaman pertama mengikuti konferensi internasional yang tidak akan pernah terlupakan. Pastinya, dengan dikerubungi sekelebat pertanyaan sebelum aku meng-klik tombol register di laman pendaftaran itu, yaitu “ingin tahu, apa yang mereka lakukan saat menghadiri konferensi? apa  – apa saja yang terlintas dalam benak mereka?  Bagaimana aku dan mereka menghadapi culture shock dalam konferensi internasional?”. Pertanyaan ini begitu menarik untuk kujawab sendiri dengan trip ke Padang selama seminggu. Baiklah, begini ceritanya.
Dengan segenap bekal finansial dan persiapan konferensi, aku beranjak ke ranah Minang dengan transportasi darat. Benar, dibandingkan dengan mereka yang berasal dari luar Sumatera, Rantau Prapat dan Padang sangatlah dekat jika diperhatikan di peta. Namun hal itu akan merusak harapan saat hanya transportasi via bus yang tersisa. Kontur daratan Minang yang berbukit dan berlembah mungkin menjadi alasan kuat mengapa alat transportasi ini tidak dapat meringkas waktu perjalanan. Dengan sabar aku yang duduk termenung memandangi keluar jendela mengikuti arus kendaraan melalui jalan yang berkelok – kelok. Sebenarnya aku juga harus memberi piala penghargaan bagi diriku untuk memecahkan rekor menunggu dalam bus terlama yang pernah ku lalui dalam mengarungi perjalanan (21 jam). Namun, kebosanan ini seakan terbayar dengan pemandangan yang menyejukkan mata, pikiran, raga, dan mendamaikan perasan. Air terjun, sungai yang mengalir dengan jernihnya di antara bebatuan, ramainya perbukitan mengisi ruang hijau di bawah payung biru langit dengan awan teduh. Aku merasa damai, damai yang timbul berkat kesadaran bahwa aku memiliki Tuhan Yang Maha Besar yang mampu meyediakan ini semua. Segala sesuatu kalimat Pujian memang pantas untuk-Nya.
Tiba di tempat yang telah dijanjikan panitia pelaksana. Rintik hujan yang padat turut mengiringi langkah kakiku di tanah baru, di sekeliling orang dengan aksen dan bahasa yang berbeda, akupun sedikit mengalami kebingungan menuju penginapan reservasi. Saat mandi, terdengar kebisingan dari koridor asrama. Kebisingan yang berbeda, yaitu riuh riang dengan bahasa inggris. Ternyata para delegasi dari negara lain baru saja tiba. Akhirnya aku menemui siapa saja akan menjadi teman sekamarku malam itu. Merekalah Hai Mi Nguyen dari Vietnam, dan Welly Vebriani dari Pulau Belitong. Mereka begitu bersahabat dan kami cepat sekali menjadi akrab. Dengan bahasa inggris yang masih pas – pasan, aku berusaha berkomunikasi dengan Hai Mi semampuku memperkenalkan Indonesia seadanya, tentu agar ia tidak merasa asing.
Untuk mecari makan malam, aku dan Welly memutuskan untuk menjemput delegasi lainnya di sebuah mall. Di mall, aku bertemu dengan delegasi lainnya. Terjebak hujan membuat segerombolan kami para delegasi menunggu untuk waktu yang tidak sebentar agar dapat balik ke asrama. Saat menunggu aku berkenalan degan banyak teman baru, diantaranya Dyah dan Ade dari UI, Nur dari UNJ, Harri dari President University, dan Haruki dari Jepang. Perbincangan diantara kami juga diwarnai dengan kaliamat tanya jawab yang begitu umum dengan pertanyaan orang  - orang yang baru berkenalan.
Keesokan harinya, agenda kegiatan dimulai, Opening ceremony diadakan di auditorium guberbur. Acara dibuka dengan tarian khas minangkabau yang eksotis, lantas saja perasaanku menjadi bangga dengan kekayaan budaya Indonesia. Begitu banyak yang dapat diandalkan dari indoneia ketimbang harus menguras perasaan memikirkan korupsi pejabat di sana. Hal yang kuingat saat itu adalah kebingungan Haruki yang duduk di sebelahku mendegarkan kata sambutan yang panjang dan berbahasa Indonesia dari pemerintah Kota Padang. Tiba di hotel tempat diselenggarakannya sisa agenda hingga 3 hari kedepan, lagi, aku bertemu dengan teman baru yang akan menjadi teman sekamar. Mereka adalah, Asma dari Thailand, Ditha dan Tilla dari Padang. Mereka sangat bersahabat dan baik sekali. Asma adalah satu – satunya muslimah internasional yang kutemui di sana. Sama – sama menggunakan jilbab menyadarkanku bahwa Ia adalah saudara yang berbeda bahasa denganku. Sedangkan Tilla dan Ditha juga berperan sebagai tuan rumah yang sangat baik dengan kami. Terkadang tiga di antara kami menggunakan bahasa Indonesia di depan Asma, hingga Asma mengungkapkan padaku Ia seperti sedang menontong TV tanpa subtitle, tidak ada ide sama sekali tentang pembicaraan kami. Tenang Asma, kami tidak pernah membicarakanmu.  
Pembukaan konferensi di balai hotel dikemas dengan amat sangat menarik, berenergi, dan sangat anak muda. Mengingat baik penyelenggara maupun fasilitator  - fasilitator dari kegiatan ini juga para pemuda.Gatot, Chair atau protokol konferensi sangat lucu dan mampu mengembalikan semangat kami untuk memelompat ke sesi acara berikutnya. Tidak kalah menarik, fasilitator yang tersedia juga tamapak selalu semangat. Mereka adalah Dea dari Unibraw, Bina dari UGM, Aldo dari UNAND, James dari Malaysia, dan Alaa dari Mesir. Setiap dari mereka bekerja sama menjadi fasilitator dari setiap sesi yang digelar.
Global Lead Summit 2014 in Padang yang bertajuk Mind, Heart, Action ini memiiliki proses tersendiri untuk mencapai tujuannya. Hari pertama adalah mengapa kita harus menjadi seorang “Leader” dan harus memiliki sikap kepemimpinan. Hari kedua adalah bagaimana kita dapat menjadi seorang pemimpin, dan hari ketiga adalah apa yang dihadapi oleh seorang pemimpin. Di malam hari pertama Gala Dinner dilaksanakan, para delegasi menggunakan busana formal terbaiknya duduk menikmati hidangan pada meja bundar dengan delegasi lainnya. Malam semakin berwarna dengan penampilan penari membawakan Tari piring. Mencengangkan, salah satu penari berlompat – lompat di atas beling kaca tanpa merasa sakit dan terluka, mereka benar – benar profesional.
Gala dinner berakhir dengan berkumpulnya para delegasi kepada kelompok mereka masing – masing. Itulah saaat pertama kali aku bertemu dengan kelompokku, Kelompok Biru. Kelompok biru terdiri dari Haruki dari jepang, Ayush dari Nepal, Guma dari Malaysia, Aku dari USU, Ditha dan Tilla dari UNAND, Firman dari UNIBRAW, dan Bayu dari Jakarta. Ini adalah kelompok tetap yang akan terus bersama hingga akhir konferensi. Kami mulai mendiskusikan mulai dari menentukan nama grup (Forerunner), ketua(Ayush), hingga masalah yang akan dibahas pada diskusi panel keesokan hari.
 Hari kedua dimulai dengan panel diskusi. Setiap kelompok mempresentasekan hasil diskusi. Karena begita banyak masalah yang diangkat, tidak diadakan tanya jawab, mengingat waktu yang tersedia juga sangat dibatasi. Jujur, aku sangat menyukai setiap sesi dari konferensi kecuali sesi yang satu ini. Membosankan yang membingungkan.Diskusi berakhir ditandai dengan makan siang, coffe break, dan sholat jumat dan dimulai kembali dengan sesi berikutnya. Pada sesi berikutnya, dengan materi – materi dan pelatihan yang diberikan, aku dapat menangkap bahwa kita lebih seperti mengenal diri kita sendiri, tentang kelebihan dan kekurangan dan sikap apa yang patut kita tunjukkan kepada diri kita setelah itu.
 Malam hari digelar pesta topeng dengan pakaian serba gelap. Semua orang tiba di hall dengan topeng mereka masing – masing. Delegasi dari Jepang menggunakan topeng – topeng yang unik. Jika yang lainnya berlomba – lomba mengenakan topeng se-elegan mungkin, beberapa delegasi dari Jepang menggunakan topeng wajah lucu, aneh dan menakutkan. Malam kami habiskan dengan menyaksikan penampilan dari panitia, menari dan bernyanyi bersama, dan menikmati permainan karnaval yang disediakan. Melelahkan, mungkin karena terlalu banyak ber-selfie-ria dengan teman – teman. Tapi, malam itu mereka luar biasa. Kami semakin bersatu dan tidak akan melupakan keakraban yang mampu kami bina selama 3 malam.
Keesokan harinya, para delegasi berkumpul dengan atasan serba putih di hall mendengarkan materi dari seorang motivator tentang manajemen dari UNAND, Bu Rachmi namanya. Kami memiliki nama yang sama, aku berharap aku bisa seperti atau lebih dari Ia. Ia menyampaikan materi sangat cemerlang dan mudah sekali ditangkap. “Yes, honey” itulah sapaan yang ia berikan kepada semua delegasi. Melompat ke sesi berikutnya, kami berkumpul dengan kelompok kami kembali. Panitia mengadakan games yang memerlukan kerja kelompok . Yaitu membangun menara setinggi – tingginya dari beberapa lembar koran. Guma menawarkan strategi yang ia miliki dan kami melaksanakannya. Untunglah Forerunner memiliki teknisi sekeren Guma dari Malaysia. Dengan apik menara berdiri dengan gagah tanpa limbung. Setelah makan siang dan acara yang ditunggu – tunggu, amazing race, pun tiba.
Seperti dugaanku, sesi ini dilakukan di luar hotel. Ada beberapa misi yang harus diselesaikan masing – masing kelompok untuk memperoleh posisi pemenang. Akankah ini seperti TV show Korea “Running Man”?. Benar, yang kami lakukan adalah berlari dan berlari menuju misi satu pada misi lainnya, mendahului kelompok lain. Misi pertama adalah mencari benda yang ditentukan dan mengambil gambar dengan kelompok dalam Museum, Forerunner berhasil. Misi kedua adalah permainan mengantar bola dengan koran tanpa menyentuhnya, Forerunner berhasil. Misi ketiga adalah menggiring bola dalam garis segi empat tanpa menyentuhnya, forerunner berhasil. Misi keempat adalah setiap orang berdiri dengan satu kaki dalam 1/8 kertas koran, Forerunner gagal L. Misi kelima adalah menghabiskan kopi, Forerunner gagal, dan misi terakhir adalah menuang air kedalam tabung unutk mengeluarkan bola di dalamnya, Forerunner berhasil. Bukan mudah menjalankan misi – misi ini, kesulitan sering dijumpai dan memerlukan strategi khusus. Kami berhasi melewatinya berkat kegeniusan team leader kami, Ayush.
Sesi berlalu, kami kembali ke hotel dengan segenap pakaian basah dan kakai berpasir. Kami bersiap  - siap untuk global village night. Keberagaman itu semakin pekat terasa pada malam ini. Setiap delegasi berlomba – lomba menampilkan ciri khas negara kebanggaan mereka, baik dari pakaian, bendera dan lagu kebangsaan, souvenir, dan sebagainya. Aku adalah delegasi yang mungkin paling krisis jati diri pada malam itu. Suku bangsaku adalah Aceh, aku berasal dari Sumatera Utara, namun pakaian yang aku kenakan adalah Kebaya yang seharusnya berasal dari Jawa. Penampilan dari masing – masing negara pun tak luput dari agenda malam keakraban itu. Asma mewakili Thailand menampilkan tarian khas negaranya yang lemah gemulai, Delegasi dari Malaysia menyanyikan lagu kemerdekaan mereka, Delegasi dari Filipina, Kamboja, dan Vietnam juga melantunkan lagu kebangsaan mereka masing – masing, Delegasi dari Jepang dengan kocak dan meriah menampilkan tarian AKB48 “Aittakatta”, kami yang mewakili dari sumatera utara termasuk ketua panitia dan CC international relation membawakan tarian khas Batak “Tor-Tor” dan lagu Alusi Au.  Sesi ini adalah sesi yang paling aku suka namun paling singkat berlalu rasanya.
Berlalunya Global Village Night menandai kami sampai juga kepada sesi paling akhir konferensi tiga hari ini. Sesi pembekalan untuk dibawa pulang para delegasi. Delegasi menuliskan janji – janji pada dirinya masing – masing. Fasilitator menyagarkan kembali ingatan kami tentang apa – apa saja yang telah kami lalui tiga hari ini. Saling bergenggaman dan menutup mata, aku tidak ingin acara ini berakhir sampai di sini saja. Aku tidak ingin berpisah dengan teman  - teman yang baru kukenal ini. Tetapi, seperti yang banyak orang bilang “Setiap pertemuanpasti menemui perpisahannya” . Yah, minimal kami masih memiliki media sosial untuk tetap saling berkomunikasi.
Kembali kepada pertanyaan – pertanyaan yang kuajukan di atas. Jawaban yang kumiliki hanya satu. Tingkat kepedulian mereka terhadap sosial, kemampuan bersahabat, dan inteligensi menaggapi dan menganalisis masalah yang mereka miliki sungguh sangat jauh dari apa yang aku bisa. Aku merasa belum mampu disandingkan dengan kecemerlangan mereka. Mengenai culture shock, tentu pedasnya masakan Minang mengejutkan lidah mereka yang memiliki standar rasa berbeda dari setiap negara. Delegasi dari Pakistan, Hafsa, bahkan sampai menuliskan “No More Spicy Food!” di kesepakatan peraturan konferensi. Hai Mi juga merasa risih saat berjalan di tempat umum karena menggunanakan atasan tanpa lengan dan skirt. Sedangakan mereka yang terbiasa untuk makan dengan sumpit kini tidak menemukan sumpit sekalipun selama seminggu.
Konferensi berakhir, beberapa delegasi internasional berkomentar “thank you Indonesia for being so kind and friendly, I’ll never forget yaa. Let me be your tour guide if you come to travel my country  Tentu. Karena kalian adalah teman internasionalku. Suatu saat aku harus mengunjungi kalian di negara kalian masing – masing satu persatu. Semoga Allah memudahkan langkahku, fellas!!

Karya Otak Setiap Malam



Mimpi, bukan hanya sekedar tayangan – tayangan kilasan gambar yang kerap kita saksikan sejenak sebelum terbangun. Mimpi terjadi dengan skenario uniknya sendiri. Entahlah jika ilmu psikologi menggambarkan mimpi itu seperti apa. Yang aku pahami, mimpi itu adalah bukti aktivitas mandiri otak saat kita sedang tidak sadarkan diri. Mimpi mencomot potongan  - potongan gambar, suara, emosi, dan pengalaman yang pernah kita lalui di masa lalu. Kamu mungkin juga pernah merasakan mengapa kamu memimpikan orang yang tidak dikenali? Namun yang sebenarnya terjadi adalah kamu memang pernah menemui orang itu, sekilas tepat kapan dan di mana tempat yang tidak dapat kamu ingat lagi. Jadi jangan heran. Otak bekerja jujur.

Mimpi, unik dengan skenarionya yang bekerja sendiri tanpa seingin kita. Kita kerap mengkhayalkan sesuatu sesuai skenario yang kita sengaja arahkan, namun tidak pada saat tidak sadarkan diri. Saat terbangun, sejenak kau merenungi jalan panjang apa yang kau alami tadi malam, sekali, dua kali mungkin kau pernah melakukannya. Aneh terkadang apa yang diungkapkan oleh otak ini, kenapa kita pernah mengalami mimpi tentang orang tidak pada tempatnya. Mengapa jalan cerita yang dialami mimpi melompat – lompat? Mungkin otak bekerja terlalu dinamis. 

Mimpi, entah kenapa sedemikian membawa emosi dan mempengaruhi apa yang dirasakan sepanjang hari. Aktivitas otak tersebut mungkin juga telah mempengaruhi ekspresi otomatis kita saat tertidur. Terkadang tersenyum, tertawa, badan terkejut karena bermimpi terjatuh, menangis, memanggil seseorang, atau hal – hal yang selama ini kita kenal dengan istilah mengigau. Yang belum aku tahu adalah apakah dengan mengigau aktifitas otak telah begitu mempengaruhi alam bawah sadar kita? Hipotesis itu tidak jelas karena yang mengemukakannya adalah mahasiswa komunikasi. 


Mimpi tadi malam. Mimpi langka yang mempengaruhi perasaan satu harian ini. Sedemikian dalamnya, aktifitas yang hanya terjadi di kepala itu mempengaruhi perasaan di ulu hati. Mimpi yang membuatku menunda untuk bangun lebih awal. Mimpi yang membuatku termenung bermenit – menit setelah membuka mata di atas tempat tidur. Mimpi yang membuat ekspresi aneh saat aku melakukan kebiasaan menatap refleksi wajah di cermin tepat setelah beranjak dari kasur. Mimpi yang membuatku kembali mencicipi perasaan yang kualami 5 tahun lalu. Mimpi yang membuatku tersenyum pahit  kapanpun setiap aku mengingatnya  sampai malam ini juga. Gila.
 

Menangis untuk Batin


Semua orang membutuhkan untuk menangis, tak terkecuali laki – laki dengan ego setinggi langit. Menangis itu melembutkan hati. Keadaan emosional terdalam bagi setiap orang, membuat mereka lebih sadar akan diri, menelisik relung pemikiran paling dalam. Mungkin ada yang salah pada diri mereka, jika tak sekalipun kelenjar airmata mereka tidak pernah nyeri menghadapi tekanan batiniah itu.

Bukanlah tersenyum atau tertawa, menangis adalah hal terakhir yang paling maksimal untuk ungkapkan rasa bahagia dan haru. Kita tidak lagi memperdulikan aktualisasi diri pada orang lain saat menagis terharu, melainkan kita sedang berbicara kepada Tuhan dan hati yang paling dalam. Aku ingin membuktikannya dari tayangan ini: Sam Tageson Shark fan dream comes true




Remaja 18 tahun itu bernama Sam Tageson. Ia adalah penggemar berat Tim olahraga hoki es “Shark” San Jose sekaligus juga merupakan penderita gagal jantung potensial. Berkat bantuan dari Make A-Wish Foundation, Sam diberikan kontrak satu hari untuk bergabung dengan Tim Shark dalam pertandingan melawan Florida. 

Aku sempat terenyuh dengan ekspresi Sam. Betapa saat itu sekilas Ia melihat ke layar di arena dengan rasa tidak percaya. Mungkin sebelumnya Sam sangat berangan – angan dirinya sempat mengisi layar TV acara olahraga ini, namun  kini dirinya sendirilah yang terpampang di layar TV tersebut. Perasaannya tidak lagi mampu membohongi ego dan  bangga diri, serta terlihat ingin tampil sempurna di media massa yang pasti dimiliki oleh setiap orang. Menangis akhirnya menjadi puncak rasa syukur dan terharu yang Sam rasakan.

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate