Magang dan Travelling (Part 1)



Diberi kesempatan untuk magang ke luar negeri (24-18 September 2015) lalu adalah momen berharga yang sangat memperkaya pengalaman. Begitulah caranya melihat dunia luar bak menyapu pengetahuan dengan audio visual yang belum terjamah sebelumnya. Saya sangat beruntung diberi kesempatan untuk menjajal dunia travelling, meski noob dan masih harus banyak persiapan. Kesempatan Traveling Thailand-Penang ini diperoleh sebagai BONUS dari menjalankan kewajiban Praktek Kerja Lapangan(Internship) di Kedutaan Besar Republik Indonesia(KBRI) Bangkok. 
Menjalani masa magang sebulan di KBRI Bangkok cukup memutar-balikkan pola pikir saya tentang lembaga pemerintahan. Instansi ini menghujani saya banyak pelajaran hidup dan pengalaman berharga, begitu pula dengan orang-orang yang berada di dalamnya. Setiap orang adalah sebuah buku yang memberikan pembelajaran berbeda, terimakasih Pak Yunardi, Pak Subandrio, Pak Lutfi Rauf, Pak Ghoffar, Bu Mei, Bu Dewi, Bu Shanti, dan pegawai Home Staff lainnya yang sudah sangat memberikan banyak inspirasi bagi saya. Terimakasih juga untuk pengayoman yang buat semakin berat meninggalkan Thailand untuk Kak Jess(mamak kami), Kak Nataria(bunda kami), Kak Sufia, Pak Sulaiman, Pak Manto, Miss Sarah, Mas Hilmi,  Khun Supit, Khun Meg, Khun Bon, dan para local staff lainya, Khobkhun-tishuei-naakha(thanks for helping us). 
 
Cece-cece keluarga inti di Bangkok
Sebelumnya, enam orang Cece goes to Bangkok(sebutan buat tim PKL ini) adalah totally freaking noob untuk Thailand. Ialah Monica, Rika, Delila, There, Jane, dan Saya, kami tidak memiliki cukup banyak modal yang meyakinkan untuk bisa survive di negeri kerajaan itu, kecuali NEKAD. Portal informasi melabuhkan kami pada seorang kak Jess yang teramat keren. Beliau sangat membantu kami menemukan tempat tinggal, sering ajak nongki di tempat anak gaul Bangkok untuk minum teh tarik (Chayen). Saat pertama kali bertemu, Ia dan rambut pendeknya sudah berani menampar kepolosan kami yang tidak tahu menahu. Ia mengaku warga indonesia asal bogor. Dengan bahasa indonesia yang cacat, ditambah lagi dengan jarangnya penduduk Bangkok yang bisa melafalkan bahasa Indonesia, kami terpaksa meyakini bahwa Ia adalah orang indonesia. “Ya.. sahya olang Indo, dari Bogolr” ungkapnya tertawa dan terengah-engah kelelahan disela-sela menjemput konsumsi pada acara Resepsi Diplomatik KBRI Bangkok 24 Agustus 2015 lalu. Usut punya usut beberapa hari berselang, kami baru menyadari bahwa Kak Jes adalah karyawan Tata Usaha yang baru bekerja di KBRI sejak 2 tahun yang lalu, dan ia seorang native Thai. Keramahannya menyambut kami, kebaikannya membantu kami, kelucuannya melafalkan bahasa, dan kecintaanya kepada indonesia menginspirasi saya untuk lebih sadar diri. Minggu pertama, Kak Jess mengajak kami ngobrol bersama minum teh tarik ditempat ramai di depan Soi 7 Petchburi Rd. bersama Sena, Mahasiswa UB yang sedang magang juga. Malam itu cukup membuat kami terheran-heran, pertama, kami menemui WNI yang datang bersama Sena, Haris(27), yang sudah tinggal lama di Bangkok. Ia lihai bernyanyi India, jika ia tidak memberitahu berapa usianya, kami tidak akan tahu dia sudah berumur 27, ia terlihat lebih muda dan lebih gemulai. Di sela-sela kesempatan ngobrol, Kak Jess meminta kami para undangannya untuk menembangkan Lagu Indonesia Raya dan beberapa lagu nasional lainnya. Paduan suara mini masuk kerekaman video Kak Jess, begitu pula dengan perhatian penjual dan pengunjung tempat nongkrong itu. Hingga akhirnya mengundang seorang lelaki bertubuh tidak tinggi dengan perawakan seperti India. Ternyata Ia salah satu fans lagu berbahasa Indonesia. Yang cukup membuat terheran adalah mas-mas ini ternyata hafal lagu “Darah Berjuang” yang diajarkan pada kami semasa PMB(Ospek) di kampus dulu. “Kita ketemu aktivis wee...jangan-jangan abang ini yang ospek kita dulu” ujar kami. Selain sangat fasih menyanyikan lagu ini, ternyata Ia juga penggemar salah satu Band Indie yang tidak pernah sekalipun kami dengar atau muncul di permukaan, “Superriot” nama Band itu, entahlah. Ia bahkan memutar playlist di ponselnya dekat dengan telinga kami untuk memastikan kami mengenali band itu, masih saja tidak ada yang tahu, situasi semakin awkward, aneh, dan lucu. Saya bahkan masih terpingkal-pingkal jika mengingat tingkah “Mas-mas aktivis yang kami temui di sudut kota Bangkok ini”
Kak Nat adalah resepsionis KBRI Bangkok. Kak Nat adalah Bunda yang super pengertian, guider kantor paling kaya informasi sejagat KBRI.  Menetap di Bangkok sejak kecil cukup menghancurkan tata bahasa Indonesia yang dimilikinya. Kemampuan menangkap poin pembicaraan yang kamu punya akan tertantang saat menyimak kak Nat yang bermarga Pasaribu ini. Salut buat Kak Nat yang masih fasih melafalkan bahasa walaupun terlihat keren sebagai native Thai Speaker.

Setiap ingin magang ke KBRI, mahasiswa akan diarahkan pada Pak Yunardi Yusuf, Kepala Atase Pendidikan dan Kebudayaan periode ini. Bapak yang super baik ini sangat mengayomi kami selama menjalani masa magang di Thailand. Kemurahan hatinya mengajak kami mengeksplor Pattaya, kota wisata di luar Bangkok, menghaturkan beribu terima kasih kami pada beliau. Tidak hanya itu, kesempatan menghadiri pertemuan-pertemuan dengan pihak luar KBRI juga diberikan kepada kami. Poin ini amat sangat membantu kami memperkaya wawasan, kunjungan ke luar kantor melihat situasi hubungan KBRI dengan pihak luar. Keuletan pak Yunardi membimbing kunjungan akademis warga Indonesia di Bangkok menyadarkan saya akan pentingnya perbandingan pendidikan dengan negara lain. Membangun bangsa tak hanya dilakukan dari dalam. Tetapi juga dengan menuntut ilmu dan belajar dari negara lain. Pak Yunardi mengutamakan hak-hak edukatif yang harus kami raup dari magang ini. Pak Yunardi juga aktif di Sosial Media, rasanya di-add friend facebook sama kepala atase dikbud KBRI itu “Something”, begitulah kami merasa sangat dihargai dan dianggap setara oleh beliau. Terima kasih sebanyak-banyaknya buat Ayah kami di Bangkok ini.

KBRI memiliki banyak atase dan fungsi, bahkan disebut-sebut sebagai KBRI dengan atase dan fungsi terbanyak di seluruh dunia karena kinerja yang memuaskan hubungan bilateral negara. Mahasiswa magang dibebaskan memillih atase apa saja dan seberapa lama mereka akan belajar di atase-atase tersebut. Setiap atase memiliki tugas dan fungsi berbeda satu sama lain sesuai dengan bidangnya. Kami memilih untuk menjalani proses magang di 3 atase dan fungsi, yakni Atase Pendidikan dan Kebudayaan, Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya, dan Fungsi Protokol dan Konsuler. Tentunya atase-atase ini memiliki pembimbing yang berbeda-berbeda sesuai dengan bidangnya. Atdikbud dibimbing oleh Pak Yunardi, Pensosbud dibimbing oleh Pak Ghaffar dan Pak Subandrio, dan Protkons dibimbing oleh Mba Dewi dan Bu Shanti.

Di Atase Pendidikan dan Kebudayaan, kita akan dihadapkan dengan permasalahan pendidikan negara, baik di indonesia maupun Thailand. Melayani student exchange, menerima kunjungan pendidikan, studi banding, pertemuan pendidikan, dan ekshibisi budaya adalah segelintir gambaran aktifitas yang ada di atase ini. saat magang di kantor atase ini. kita akan bertemu dengan Pak Manto, Khun Supit, dan Khun Meg. Ketiga lokal staf ini sangat ramah membantu anak magang menjalani proses pembelajarannya. Pak Manto adalah staff WNI yang sudah menetap di Bangkok selama lebih kurang 20 tahun, tentu beliau mampu berbahasa Thai. Sosok beliau yang pendiam awalnya akan membuatmu tidak percaya ia mampu meliukkan tari tradisional jawa yang menunjukkan begitu besar rasa nasionalisme dan kecintaan beliau pada Indonesia. Pada ajang-ajang pameran kebudayaan di Thailand, Pak Manto didaulat membawakan tarian tradisional budaya Indonesia. Satu quote yang terus saya ingat dari Pak Manto “Indonesia itu kaya, orang-orangnya aja yang sakit dan buat tetap miskin”. Indonesia bangga punya Pak Manto. Kun Meg adalah pegawai muda berkebangsaan Thailand. Di seantero Kota Bangkok yang pernah saya “kupingi” Kun Meg punya aksen english-American paling perfect. Mungkin barangkali karena ia pernah mengenyam pendidikan di luar negeri. Senyum Kun Meg itu loh guys, lucu. Dan yang terakhir itu adalah Kun Supit. Usianya yang tidak lagi muda dengan aksen Thai yang masih sangat kuat bukan jadi halangan buat dia nggak mau bercanda sama kita-kita mahasiswa magang. Bukan old-jokes, bukan formalitas, bukan rasa hormat yang diinginkannya, melainkan keakraban dan kecairan suasana pas lagi ngomong sama beliau. Kun Supit adalah nenek tergaul yang pernah saya temui sejauh ini.
Selfie bersama Khun Supit dan Pak Manto
Fungsi Protokol dan Konsuler (Protkons) adalah fungsi yang paling melodrama di seluruh KBRI. Pasalnya seluruh aduan WNI dari yang paling serius sampai ke paling nyeleneh tertujunya ke fungsi ini. Bu Shanti(Ketua), Mba Dewi(Sekretaris), Mas Hilmi, Pak Witoon, dan Pak Siri adalah penghuni kantor Protkons yang kami kenal. Pekerjaan mereka memang yang paling sibuk, diperparah lagi dengan kekurangan staff untuk membantu keteraturan administrasi atau menerima telpon aduan yang harus available sepanjang office hours. Fungsi ini memiliki dua tugas utama, yakni keprotokolan dan kekonsuleran. Keprotokolan di sini dimaksudkan dengan mengantar, menjemput,dan melayani kunjungan tamu-tamu negara Indonesia. Sedangkan kekonsuleran dilakukan untuk mengayomi keperluan dan keluhan WNI yang ada di Thailand, seperti visa, paspor, kendala TKI, kematian WNI, dan masalah imigrasi WNI lainnya selama itu menembus batas masuk ke negara Thailand. Melodrama yang saya maksudkan tadi dapat ditemui dari kasus-kasus WNI yang ditangani Protkons, misalnya kasus yang sempat saya dan Delila saksikan, tentang seorang WNI perempuan dan tunangan bulenya sedang berlibur ke Pattaya, mereka bertengkar dan si pria melukai fisik perempuan ini. Karena sudah tidak tahan dengan kekerasan itu, mba tersebut tersedu-sedu melapor ke KBRI untuk berkonsultasi atas masalah ini, Bu Shanti menyarankan agar mba tersebut langsung pulang ke Indonesia meninggalkan tunangannya, dengan begitulah kisah cinta mereka berakhir Negeri Gajah. Protkons terkadang dihadapkan dengan masalah yang cukup serius. Misalnya saat Pengeboman Kuil Erawan beberapa tempo lalu, Protkons mendaulati sumber informasi yang sahih atas jumlah korban WNI yang tewas atau terluka. Begitu pula dengan memperhatikan perkembangan korban yang masih di rumah sakit atau mengantarkan jenazah pulang ke Indonesia.

Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya(Pensosbud) adalah kantor magang yang paling diminati mahasiswa magang, minimal buat kami yang bukan jurusan hubungan internasional. Tugasnya lebih cenderung menyerupai tugas-tugas kehumasan misalnya seperti berhubungan dengan media massa. Di Pensosbud kita akan bertemu dengan Bapak Subandrio (Ketua), Pak Ghaffar(Sekretaris), dan para staff-staff thai cantik Kak Sufia dan Miss Sara. Kak Sufia bisa berbahasa Indonesia karena dulu pernah menetap di Malaysia. Miss Sara adalah Pakistani yang lahir di Thailand dan memiliki aksen English British otodidak yang mengecohkan jika kita tidak tahu latarbelakangnya. Mereka adalah teman ngobrol yang asik, apalagi jika berbincang mengenai kebudayaan Thailand.

Masih banyak atase dan fungsi lain yang ada di KBRI Bangkok, walaupun tidak semuanya dapat memberikan akses untuk seluruh mahasiswa magang, instansi ini patut dijadikan pertimbangan untuk kenal lebih dalam mekanisme kerja hubungan diplomatik Indonesia dengan negara sahabat, apalagi buat kamu yang tertarik dengan dunia diplomatik, semua rasa penasaran kamu bisa terjawab di sini. 
Dubes paling kekinian, Pak Lutfi, yang pegang selfie stick

Ini Nge-jawab Pertanyaan Apa Buka Aib sih?

Guys, udah lama banget sih sebenernya aku dapat nominasi Liebster Award ini dari Bang Davi tapi yah karena begitu terhanyutnya pikiran pada aktivitas  -aktivitas mahasiswa sehari – hari yang dibarengi kegalauan tentang “abang itu” (bukan bang Davi ya), jadinya baru bisa nyium siku kucing setelah bekerja dengan keras. Okebay.

Ujian tengah semester mah 3 minggu lagi, tapi aku udah meditasi di bawah air terjun cuma untuk menjawab misteri – misteri ini. misteri tersebut adalah:

1. Siapa pacar pertama kalian?

Kok ya aku rasanya pengen jawab pertanyaan ini pake meme – nya Yaoming versi cewe? 


aku stay strong tahan godaan. Karena ya, aku nggak mau main – main kalo masalah ini, istilah lainnya adalah nggak niat punya mantan, atau istilah lainnya nggak laku.

2. Kalo mau dapat suami mau yang gimana?

Kalau dijawab mau yang kayak “abang itu” muluk nggak sih? 

3. Kalau planet bumi hancur mau ke planet mana? kenapa?

Ke Bekasi, karena planet bekasi jauh dari Bumi. Oke ini termasuk bully-an. #SaveBekasi

4. Pilih Ayah atau Ibu? Kenapa?

Bang Davi, buah simalakamanya boleh yang agak enakan dikit nggak? Yaa berhubung di USU saat wisuda nanti cuma tersedia satu kursi pendamping wisuda, pertanyaan ini mungkin tepat untuk kondisi tersebut. Pilih Mommy atau Daddy ya? Karena aku nggak bisa milih, yang akan aku lakukan adalah suruh mereka berdua berunding siapa yang pantas untuk dampingin aku nanti di Auditorium. Adil itu terkadang adalah dengan nggak mutuskan apa – apa. Aku sayang mereka berdua dengan kadar yang sama.

5. Kalau jadi tokoh kartun pengen jadi siapa?Kenapa?
Pincessnya Disney, yaitu Aurora. Bangun – bangun udah ada cowok ganteng di depan mata.

6. Kalau jadi Superhero pengen jadi siapa?Kenapa?

Aku ingin jadi versi wanita-nya Ironman. Ironwoman, karena superhero yang ini tajir dan philantrophis. Keren aja gitu punya baju yang bisa dipake terbang dan ngelaser yang nggak disuka. Untungnya, bisa pergi kuliah pulang-pergi Rantau Prapat-Medan, karena baju gold+titanium-nya udah integrated, kalo capek ya bisa tidur di dalam baju tanpa takut nabrak. Senjata laser bisa digunakan untuk ngadepin orang yang nanya “Pacarnya siapa?”, arahkan aja telapak tangan ke wajahnya, aman kan?

7. Mantan terindah siapa namanya?Kenapa?
Karena saya belum punya dan nggak niat punya mantan, jadi kayaknya saya aman – aman aja di pertanyaan ini. At least, mantan terindah saya adalah Onew SHINee. Sekarang udah nggak suka lagi sama dia dan ke-korea-korea-an. Karena semakin hari mereka semakin alay.

8. Pilih tablet atau puyer?Kenapa?
Barusan gugling nyari tau puyer itu apa? Oh ternyata obat yang digiling trus diencerin pake air. Kirain tadi puyer adalah sejenis gadget. Dari kecil mah, Mommy ngenalin obat ke aku pake puyer karena takut obatnya nyasar ke paru - paru, tapi semenjak negara api mempengaruhi Mommy, terpaksa aku berlatih minum obat pil, tablet, atau kapsul secara militer dengan paksaan. Sekarang sih udah terbiasa minum tablet-an. Biasa terkadang bukan karena bisa, tapi karena terpaksa.

9. Sakit Panu atau Gigi?
Demm, nggak mau gw dua – duanya. Bye!

10. Mozzila atau chrome?
Mozilla Firefox for sure. Lebih akrab aja sama jari kalo lagi pilih - pilih aplikasi browsing di desktop. Entah kenapa udah ter-mindset, kalo pake mozilla lebih cepat transfer data dari pada chrome.

11. Jupe atau Cut tari?
Aku.

Sekian Liebster Award inih. Nggak berniat membuatnya berantai lagi. Cukup  - cukup.

Cerita dari Padang

Tiga hari itu aku lalui dengan menyisakan kata – kata awesome, amazing, great, wonderful, fabulous, hingga aku speechless. Tiga hari itu adalah serangkaian acara Global Lead Summit yang kuikuti (14, 15, 16 agustus 2014). Pengalaman pertama mengikuti konferensi internasional yang tidak akan pernah terlupakan. Pastinya, dengan dikerubungi sekelebat pertanyaan sebelum aku meng-klik tombol register di laman pendaftaran itu, yaitu “ingin tahu, apa yang mereka lakukan saat menghadiri konferensi? apa  – apa saja yang terlintas dalam benak mereka?  Bagaimana aku dan mereka menghadapi culture shock dalam konferensi internasional?”. Pertanyaan ini begitu menarik untuk kujawab sendiri dengan trip ke Padang selama seminggu. Baiklah, begini ceritanya.
Dengan segenap bekal finansial dan persiapan konferensi, aku beranjak ke ranah Minang dengan transportasi darat. Benar, dibandingkan dengan mereka yang berasal dari luar Sumatera, Rantau Prapat dan Padang sangatlah dekat jika diperhatikan di peta. Namun hal itu akan merusak harapan saat hanya transportasi via bus yang tersisa. Kontur daratan Minang yang berbukit dan berlembah mungkin menjadi alasan kuat mengapa alat transportasi ini tidak dapat meringkas waktu perjalanan. Dengan sabar aku yang duduk termenung memandangi keluar jendela mengikuti arus kendaraan melalui jalan yang berkelok – kelok. Sebenarnya aku juga harus memberi piala penghargaan bagi diriku untuk memecahkan rekor menunggu dalam bus terlama yang pernah ku lalui dalam mengarungi perjalanan (21 jam). Namun, kebosanan ini seakan terbayar dengan pemandangan yang menyejukkan mata, pikiran, raga, dan mendamaikan perasan. Air terjun, sungai yang mengalir dengan jernihnya di antara bebatuan, ramainya perbukitan mengisi ruang hijau di bawah payung biru langit dengan awan teduh. Aku merasa damai, damai yang timbul berkat kesadaran bahwa aku memiliki Tuhan Yang Maha Besar yang mampu meyediakan ini semua. Segala sesuatu kalimat Pujian memang pantas untuk-Nya.
Tiba di tempat yang telah dijanjikan panitia pelaksana. Rintik hujan yang padat turut mengiringi langkah kakiku di tanah baru, di sekeliling orang dengan aksen dan bahasa yang berbeda, akupun sedikit mengalami kebingungan menuju penginapan reservasi. Saat mandi, terdengar kebisingan dari koridor asrama. Kebisingan yang berbeda, yaitu riuh riang dengan bahasa inggris. Ternyata para delegasi dari negara lain baru saja tiba. Akhirnya aku menemui siapa saja akan menjadi teman sekamarku malam itu. Merekalah Hai Mi Nguyen dari Vietnam, dan Welly Vebriani dari Pulau Belitong. Mereka begitu bersahabat dan kami cepat sekali menjadi akrab. Dengan bahasa inggris yang masih pas – pasan, aku berusaha berkomunikasi dengan Hai Mi semampuku memperkenalkan Indonesia seadanya, tentu agar ia tidak merasa asing.
Untuk mecari makan malam, aku dan Welly memutuskan untuk menjemput delegasi lainnya di sebuah mall. Di mall, aku bertemu dengan delegasi lainnya. Terjebak hujan membuat segerombolan kami para delegasi menunggu untuk waktu yang tidak sebentar agar dapat balik ke asrama. Saat menunggu aku berkenalan degan banyak teman baru, diantaranya Dyah dan Ade dari UI, Nur dari UNJ, Harri dari President University, dan Haruki dari Jepang. Perbincangan diantara kami juga diwarnai dengan kaliamat tanya jawab yang begitu umum dengan pertanyaan orang  - orang yang baru berkenalan.
Keesokan harinya, agenda kegiatan dimulai, Opening ceremony diadakan di auditorium guberbur. Acara dibuka dengan tarian khas minangkabau yang eksotis, lantas saja perasaanku menjadi bangga dengan kekayaan budaya Indonesia. Begitu banyak yang dapat diandalkan dari indoneia ketimbang harus menguras perasaan memikirkan korupsi pejabat di sana. Hal yang kuingat saat itu adalah kebingungan Haruki yang duduk di sebelahku mendegarkan kata sambutan yang panjang dan berbahasa Indonesia dari pemerintah Kota Padang. Tiba di hotel tempat diselenggarakannya sisa agenda hingga 3 hari kedepan, lagi, aku bertemu dengan teman baru yang akan menjadi teman sekamar. Mereka adalah, Asma dari Thailand, Ditha dan Tilla dari Padang. Mereka sangat bersahabat dan baik sekali. Asma adalah satu – satunya muslimah internasional yang kutemui di sana. Sama – sama menggunakan jilbab menyadarkanku bahwa Ia adalah saudara yang berbeda bahasa denganku. Sedangkan Tilla dan Ditha juga berperan sebagai tuan rumah yang sangat baik dengan kami. Terkadang tiga di antara kami menggunakan bahasa Indonesia di depan Asma, hingga Asma mengungkapkan padaku Ia seperti sedang menontong TV tanpa subtitle, tidak ada ide sama sekali tentang pembicaraan kami. Tenang Asma, kami tidak pernah membicarakanmu.  
Pembukaan konferensi di balai hotel dikemas dengan amat sangat menarik, berenergi, dan sangat anak muda. Mengingat baik penyelenggara maupun fasilitator  - fasilitator dari kegiatan ini juga para pemuda.Gatot, Chair atau protokol konferensi sangat lucu dan mampu mengembalikan semangat kami untuk memelompat ke sesi acara berikutnya. Tidak kalah menarik, fasilitator yang tersedia juga tamapak selalu semangat. Mereka adalah Dea dari Unibraw, Bina dari UGM, Aldo dari UNAND, James dari Malaysia, dan Alaa dari Mesir. Setiap dari mereka bekerja sama menjadi fasilitator dari setiap sesi yang digelar.
Global Lead Summit 2014 in Padang yang bertajuk Mind, Heart, Action ini memiiliki proses tersendiri untuk mencapai tujuannya. Hari pertama adalah mengapa kita harus menjadi seorang “Leader” dan harus memiliki sikap kepemimpinan. Hari kedua adalah bagaimana kita dapat menjadi seorang pemimpin, dan hari ketiga adalah apa yang dihadapi oleh seorang pemimpin. Di malam hari pertama Gala Dinner dilaksanakan, para delegasi menggunakan busana formal terbaiknya duduk menikmati hidangan pada meja bundar dengan delegasi lainnya. Malam semakin berwarna dengan penampilan penari membawakan Tari piring. Mencengangkan, salah satu penari berlompat – lompat di atas beling kaca tanpa merasa sakit dan terluka, mereka benar – benar profesional.
Gala dinner berakhir dengan berkumpulnya para delegasi kepada kelompok mereka masing – masing. Itulah saaat pertama kali aku bertemu dengan kelompokku, Kelompok Biru. Kelompok biru terdiri dari Haruki dari jepang, Ayush dari Nepal, Guma dari Malaysia, Aku dari USU, Ditha dan Tilla dari UNAND, Firman dari UNIBRAW, dan Bayu dari Jakarta. Ini adalah kelompok tetap yang akan terus bersama hingga akhir konferensi. Kami mulai mendiskusikan mulai dari menentukan nama grup (Forerunner), ketua(Ayush), hingga masalah yang akan dibahas pada diskusi panel keesokan hari.
 Hari kedua dimulai dengan panel diskusi. Setiap kelompok mempresentasekan hasil diskusi. Karena begita banyak masalah yang diangkat, tidak diadakan tanya jawab, mengingat waktu yang tersedia juga sangat dibatasi. Jujur, aku sangat menyukai setiap sesi dari konferensi kecuali sesi yang satu ini. Membosankan yang membingungkan.Diskusi berakhir ditandai dengan makan siang, coffe break, dan sholat jumat dan dimulai kembali dengan sesi berikutnya. Pada sesi berikutnya, dengan materi – materi dan pelatihan yang diberikan, aku dapat menangkap bahwa kita lebih seperti mengenal diri kita sendiri, tentang kelebihan dan kekurangan dan sikap apa yang patut kita tunjukkan kepada diri kita setelah itu.
 Malam hari digelar pesta topeng dengan pakaian serba gelap. Semua orang tiba di hall dengan topeng mereka masing – masing. Delegasi dari Jepang menggunakan topeng – topeng yang unik. Jika yang lainnya berlomba – lomba mengenakan topeng se-elegan mungkin, beberapa delegasi dari Jepang menggunakan topeng wajah lucu, aneh dan menakutkan. Malam kami habiskan dengan menyaksikan penampilan dari panitia, menari dan bernyanyi bersama, dan menikmati permainan karnaval yang disediakan. Melelahkan, mungkin karena terlalu banyak ber-selfie-ria dengan teman – teman. Tapi, malam itu mereka luar biasa. Kami semakin bersatu dan tidak akan melupakan keakraban yang mampu kami bina selama 3 malam.
Keesokan harinya, para delegasi berkumpul dengan atasan serba putih di hall mendengarkan materi dari seorang motivator tentang manajemen dari UNAND, Bu Rachmi namanya. Kami memiliki nama yang sama, aku berharap aku bisa seperti atau lebih dari Ia. Ia menyampaikan materi sangat cemerlang dan mudah sekali ditangkap. “Yes, honey” itulah sapaan yang ia berikan kepada semua delegasi. Melompat ke sesi berikutnya, kami berkumpul dengan kelompok kami kembali. Panitia mengadakan games yang memerlukan kerja kelompok . Yaitu membangun menara setinggi – tingginya dari beberapa lembar koran. Guma menawarkan strategi yang ia miliki dan kami melaksanakannya. Untunglah Forerunner memiliki teknisi sekeren Guma dari Malaysia. Dengan apik menara berdiri dengan gagah tanpa limbung. Setelah makan siang dan acara yang ditunggu – tunggu, amazing race, pun tiba.
Seperti dugaanku, sesi ini dilakukan di luar hotel. Ada beberapa misi yang harus diselesaikan masing – masing kelompok untuk memperoleh posisi pemenang. Akankah ini seperti TV show Korea “Running Man”?. Benar, yang kami lakukan adalah berlari dan berlari menuju misi satu pada misi lainnya, mendahului kelompok lain. Misi pertama adalah mencari benda yang ditentukan dan mengambil gambar dengan kelompok dalam Museum, Forerunner berhasil. Misi kedua adalah permainan mengantar bola dengan koran tanpa menyentuhnya, Forerunner berhasil. Misi ketiga adalah menggiring bola dalam garis segi empat tanpa menyentuhnya, forerunner berhasil. Misi keempat adalah setiap orang berdiri dengan satu kaki dalam 1/8 kertas koran, Forerunner gagal L. Misi kelima adalah menghabiskan kopi, Forerunner gagal, dan misi terakhir adalah menuang air kedalam tabung unutk mengeluarkan bola di dalamnya, Forerunner berhasil. Bukan mudah menjalankan misi – misi ini, kesulitan sering dijumpai dan memerlukan strategi khusus. Kami berhasi melewatinya berkat kegeniusan team leader kami, Ayush.
Sesi berlalu, kami kembali ke hotel dengan segenap pakaian basah dan kakai berpasir. Kami bersiap  - siap untuk global village night. Keberagaman itu semakin pekat terasa pada malam ini. Setiap delegasi berlomba – lomba menampilkan ciri khas negara kebanggaan mereka, baik dari pakaian, bendera dan lagu kebangsaan, souvenir, dan sebagainya. Aku adalah delegasi yang mungkin paling krisis jati diri pada malam itu. Suku bangsaku adalah Aceh, aku berasal dari Sumatera Utara, namun pakaian yang aku kenakan adalah Kebaya yang seharusnya berasal dari Jawa. Penampilan dari masing – masing negara pun tak luput dari agenda malam keakraban itu. Asma mewakili Thailand menampilkan tarian khas negaranya yang lemah gemulai, Delegasi dari Malaysia menyanyikan lagu kemerdekaan mereka, Delegasi dari Filipina, Kamboja, dan Vietnam juga melantunkan lagu kebangsaan mereka masing – masing, Delegasi dari Jepang dengan kocak dan meriah menampilkan tarian AKB48 “Aittakatta”, kami yang mewakili dari sumatera utara termasuk ketua panitia dan CC international relation membawakan tarian khas Batak “Tor-Tor” dan lagu Alusi Au.  Sesi ini adalah sesi yang paling aku suka namun paling singkat berlalu rasanya.
Berlalunya Global Village Night menandai kami sampai juga kepada sesi paling akhir konferensi tiga hari ini. Sesi pembekalan untuk dibawa pulang para delegasi. Delegasi menuliskan janji – janji pada dirinya masing – masing. Fasilitator menyagarkan kembali ingatan kami tentang apa – apa saja yang telah kami lalui tiga hari ini. Saling bergenggaman dan menutup mata, aku tidak ingin acara ini berakhir sampai di sini saja. Aku tidak ingin berpisah dengan teman  - teman yang baru kukenal ini. Tetapi, seperti yang banyak orang bilang “Setiap pertemuanpasti menemui perpisahannya” . Yah, minimal kami masih memiliki media sosial untuk tetap saling berkomunikasi.
Kembali kepada pertanyaan – pertanyaan yang kuajukan di atas. Jawaban yang kumiliki hanya satu. Tingkat kepedulian mereka terhadap sosial, kemampuan bersahabat, dan inteligensi menaggapi dan menganalisis masalah yang mereka miliki sungguh sangat jauh dari apa yang aku bisa. Aku merasa belum mampu disandingkan dengan kecemerlangan mereka. Mengenai culture shock, tentu pedasnya masakan Minang mengejutkan lidah mereka yang memiliki standar rasa berbeda dari setiap negara. Delegasi dari Pakistan, Hafsa, bahkan sampai menuliskan “No More Spicy Food!” di kesepakatan peraturan konferensi. Hai Mi juga merasa risih saat berjalan di tempat umum karena menggunanakan atasan tanpa lengan dan skirt. Sedangakan mereka yang terbiasa untuk makan dengan sumpit kini tidak menemukan sumpit sekalipun selama seminggu.
Konferensi berakhir, beberapa delegasi internasional berkomentar “thank you Indonesia for being so kind and friendly, I’ll never forget yaa. Let me be your tour guide if you come to travel my country  Tentu. Karena kalian adalah teman internasionalku. Suatu saat aku harus mengunjungi kalian di negara kalian masing – masing satu persatu. Semoga Allah memudahkan langkahku, fellas!!

Karya Otak Setiap Malam



Mimpi, bukan hanya sekedar tayangan – tayangan kilasan gambar yang kerap kita saksikan sejenak sebelum terbangun. Mimpi terjadi dengan skenario uniknya sendiri. Entahlah jika ilmu psikologi menggambarkan mimpi itu seperti apa. Yang aku pahami, mimpi itu adalah bukti aktivitas mandiri otak saat kita sedang tidak sadarkan diri. Mimpi mencomot potongan  - potongan gambar, suara, emosi, dan pengalaman yang pernah kita lalui di masa lalu. Kamu mungkin juga pernah merasakan mengapa kamu memimpikan orang yang tidak dikenali? Namun yang sebenarnya terjadi adalah kamu memang pernah menemui orang itu, sekilas tepat kapan dan di mana tempat yang tidak dapat kamu ingat lagi. Jadi jangan heran. Otak bekerja jujur.

Mimpi, unik dengan skenarionya yang bekerja sendiri tanpa seingin kita. Kita kerap mengkhayalkan sesuatu sesuai skenario yang kita sengaja arahkan, namun tidak pada saat tidak sadarkan diri. Saat terbangun, sejenak kau merenungi jalan panjang apa yang kau alami tadi malam, sekali, dua kali mungkin kau pernah melakukannya. Aneh terkadang apa yang diungkapkan oleh otak ini, kenapa kita pernah mengalami mimpi tentang orang tidak pada tempatnya. Mengapa jalan cerita yang dialami mimpi melompat – lompat? Mungkin otak bekerja terlalu dinamis. 

Mimpi, entah kenapa sedemikian membawa emosi dan mempengaruhi apa yang dirasakan sepanjang hari. Aktivitas otak tersebut mungkin juga telah mempengaruhi ekspresi otomatis kita saat tertidur. Terkadang tersenyum, tertawa, badan terkejut karena bermimpi terjatuh, menangis, memanggil seseorang, atau hal – hal yang selama ini kita kenal dengan istilah mengigau. Yang belum aku tahu adalah apakah dengan mengigau aktifitas otak telah begitu mempengaruhi alam bawah sadar kita? Hipotesis itu tidak jelas karena yang mengemukakannya adalah mahasiswa komunikasi. 


Mimpi tadi malam. Mimpi langka yang mempengaruhi perasaan satu harian ini. Sedemikian dalamnya, aktifitas yang hanya terjadi di kepala itu mempengaruhi perasaan di ulu hati. Mimpi yang membuatku menunda untuk bangun lebih awal. Mimpi yang membuatku termenung bermenit – menit setelah membuka mata di atas tempat tidur. Mimpi yang membuat ekspresi aneh saat aku melakukan kebiasaan menatap refleksi wajah di cermin tepat setelah beranjak dari kasur. Mimpi yang membuatku kembali mencicipi perasaan yang kualami 5 tahun lalu. Mimpi yang membuatku tersenyum pahit  kapanpun setiap aku mengingatnya  sampai malam ini juga. Gila.
 

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate