1994 -->20th<-- 2014
undefined
undefined
Tahun ini 2014, Alhamdulillah usia genap 20 tahun. Tidak
terasa, bocah kelahiran 1994 ini menginjak usia dewasa juga. Masih ada yang
kurang kayanya, berpikir dewasa. Serasa seperti hanya sekejap mata memang,
tubuh dan struktur tulang wajah sudah menentukan jati dirinya, aku masih belum.
Aku masih takut untuk terjun ke dunia yang sesungguhnya. Aku takut waktu
berjalan begitu cepat melewatkan semua orang yang kusayangi. Aku
masih ingin di sini, di jam ini. Menyadari sikap dan perilaku yang buruk, juga masih
memperbaiki idealisme yang tak sematang raga. Entah kenapa rasanya album foto
dan debu sahabatnya, terasa seperti mimpi. Kau
juga pasti pernah merasa, kapan ya aku kembali ke waktu itu. Merasakan betapa
indahnya masa – masa yang pernah dilalui. Kemudian rasa penyesalan itu pasti
muncul, kenapa aku tidak begitu menikmatinya? Mensyukurinya waktu itu? Entahpun
saat ini, di masa yang akan datang kau juga akan merasakan apa yang kau rasakan
saat ini mengingat masa lalu. Jadi syukurilah, nikmati harimu seperti kau tidak
akan merasakannya lagi.
Well, kepala dua puluh ya? Ini zona yang paling menentukan
hidup. Di Zona ini, kau akan menemukan pekerjaan seumur hidup, pasangan
seumur hidup, punya anak, membangun ekonomi, dan menjadi noob dalam kehidupan yang sesungguhnya. Kalau dipikir – pikir, baru saja aku lulus SMA.
Baru saja ditimang – timang orang tua, didoakan, dijadikan harapan dan andalan,
disayangi seperti kau rela menyerahkan jantungmu dan kau mati. Itu rasa tulus
pertama yang kurasa ketika pertama kali aku benar – benar membuka mata tentang
kehidupan yang sesungguhnya. Dari orang tua. Begitulah caraku takut menjadi
dewasa. Aku tidak siap. Tapi waktu entah kenapa wajib berjalan seperti paru –
parumu wajib menghirup oksigen. Mengemis sampai muntah juga tidak akan
menghentikan dentuman jarum - jarum jam. Pasrahlah seperti air patuh pada
gravitasi.
Kuliah ini, empat tahun penuh renungan. Sebentar, aku sering
tertawa melihat wajah – wajah seniorku. Betapa mereka terlihat benar – benar
tumbuh apabila dibandingkan dengan foto saat pertama kali mendaftar
kuliah. Sarjana – sarjana bertoga di sana punya wajah yang tua –tua. Aku
bertanya? Apa 4 tahun ini adalah kamuflase dari 20 tahun? Kenapa kami lulus
kuliah tidak dengan wajah yang muda lagi? Atau inikah tahap pertumbuhan paling
nyata? Kasihan anak kost kalau begitu. Tahap pertumbuhannya tidak dibarengi
gizi selengkap di rumah. Tapi ini perjuangan, kami para
musafir tidak boleh kembali dari medan perang dengan tangan hampa. Ini tak
lebih dari pembuktian cinta, terkhusus untuk orang tua. Betapa kami tidak ingin
sebersitpun menggoreskan kecewa di perasaan mereka.
Kini, aku tidak akan pernah lagi memikirkan aku harus beli
boneka itu, aku mau dibelikan sofa berbentuk Doraemon itu, aku ingin dibelikan
sepatu seperti punya abang, aku ingin iPod dengan kualitas terbaik, aku ingin
smartphone untuk berdiri sejajar dengan teman, aku ingin kamera untuk kuliah
fotografi. Aku tidak pantas lagi. Segunung permintaan ini terlalu banyak untuk
dikabulkan orang tua, ya pasti akan memberatkan mereka. Aku tahu, aku sadar
itu. Dan jadilah aku menghayal. Kalau aku punya uang, entah bagaimana aku
mendapatkannya, aku mau beli ini itu, aku mau bangun ini itu, aku mau telihat
seperti ini itu. Ini menghabiskan waktu, tidak penting. Bukan itu yang
harus dikhayalkan, cara menggapainya dan tentu
saja melaksanakannya.
Waktu memang berjalan dengan semestinya, terasa ramah
atau kejam tergantung bagaimana melihatnya. Renungkan sekali lagi, Siapa yang tidak
pernah sekalipun lekang mendampingimu melompati garis – garis kecil di antara
angka di jam dinding itu. Siapa lagi kalau bukan Tuhanmu. Di mana, kau tidak
akan merasa takut kehilangan, takut sepi, takut tidak ada tempat menangis,
takut akan hal – hal yang tak seharusnya kau takuti. Kau lengkap, kau milik
Dia. Apa yang kau khawatirkan. Khawatirlah saat kau tidak merasa bukan
Milik-Nya. Mama, tidak khawatir pada anak gadis satu – satunya ini jauh
merantau, karena Mama yakin Allah menjagaku.
22.47 | | 0 Comments
Menunggang Menunda
undefined
undefined
“I’ll do 5 minutes later...
okay, maybe 10 minutes again.. nah, 30 minutes...I guess 1 hour later.. Fck.. I’ll
do it tommorow” petikan kicauan itu terdengar kocak hari ini di twitter. Dari
akun – akun lelucon yang ku ikuti agar timeline lebih berwarna. Isinya
banyolan, candaan, kritikan, lifehacks, terkadang agak porno. Well, untuk yang
terakhir, saringan sebuah “jokes” itu emang beda di mana – mana.
Oke, kembali pada petikan
itu. Kenapa aku tertawa, karena aku merasa. Aku seolah menertawai diriku
sendiri. Bukannya malu atau apa, mungkin lebih menunjukkan ekspresi Yaoming
dengan senyum pahitnya. Bitchplease, bener banget itu tweet yakk. Kita memang
kerap menunda, menunda sholat, menunda mengerjakan tugas, menunda
berhenti makan mie instan, menunda membayar tagihan uang kas dan lainnya masih
banyaaaakk lagi, menunda bilang I L U, daaaaaan menunda move on dari...(tampar
muka sendiri). Jreeeng.. menunda memang sudah seperti narkoba.
Hey, apa bedanya kita dengan
perokok yang bau itu? Apa bedanya kita sama cewek yang suka ngempesin kantong
cowoknya untuk belanja? Apa bedanya kita sama drama korea freak? Apa bedanya
kita sama pelanggan KFC? Apa bedanya kita sama secret stalker admirer? Satu
jawabannya, CANDU. Banyak sih yang nggak sadar udah kecanduan sama menunda. Banyak
juga yang sadar tapi ya mereka langsung nyanyi “LET IT GO” –nya Frozen, Kalo
Nowela ngartikannya “Biarlaaaah”. Ada yang sadar sudah menunda dan dengan gagah
mengangkat bambu runcingnya dan berkata “Mari kita lakukan sekarang”. Ini nih
yang susah nyari orangnya. Pribadi – pribadi bijaksana yang tangguh
menghunuskan samurainya pada kata menunda. Nggak tau deh ya apa emang orangnya
disiplin bawaan lahir. Tapi kita patut beri apresiasi untuk yang bener – bener malas
tapi semangat meluncur melawan arus malasnya.
Dari tipe darah aku adalah O
rhesus positif (whatever rhesus means). Kalo menurut mbak – mbak penganalisa
perilaku berdasarkan tipe darahnya, O itu malas, ngerjain kewajibannya kalo
udah dekat deadline. Menunda adalah sahabat karib O, nggak tau juga ya nasib
tipe darah tetangga mirip apa enggak. Aku akuin sih emang iya kadang aku
beginian. Tapi, namanya juga pengen eksis kaya selebritis, kita harus bisa anti
mainstream, berani tampil beda, berani nyuri wifi tetangga, berani pake sendal
beda kanan kiri ke mall, berani pake bikini ke kampus(oke ini kelewatan), walau
nggak berani – berani bilang I L U duluan sama objek stalkingan(wedew). Sekali,
dua kali, tiga kali aku pernah memerangi menunda dengan mata berkaca – kaca. Sekali
kamu lakuin itu, rasanya kayak kamu udah nabung untuk masa depan, udah cukupin
asuransi, udah berhasil membuat bangga pencipta peribahasa “bersakit – sakit dahulu,
bersenang – senang kemudian”, udah mengusir hantu deadline yang sama seremnya
dengan hatu di INSIDIOUS, dan udah ngerasa adem lagi mengingat kembali senyum
dia. Emang gitu rasanya, Trust Me, IT WORKS!! (booking abang – abang iklan
L-Men)
23.19 | | 0 Comments
Langganan:
Postingan (Atom)
Boleh Kenalan?
Arsip Blog
Diberdayakan oleh Blogger.